MENU Minggu, 23 Nov 2025

PETI Merajalela Di Desa Tobayagan, Kapolres Bolsel Bungkam – Ada Apa ?

waktu baca 3 menit
Rabu, 21 Mei 2025 10:10 0 435 Admin

Bolsel, Sulawesi Utara — Aktivitas tambang emas ilegal (PETI) di Desa Tobayagan, Kecamatan Pinolosian Tengah, Bolaang Mongondow Selatan, semakin meresahkan masyarakat. Kegiatan ini tidak hanya melanggar hukum, tapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah dan membahayakan keselamatan warga.

Ironisnya, meski aktivitas tambang dilakukan secara terang-terangan menggunakan alat berat dan bahan kimia berbahaya, pihak Kepolisian Resor (Polres) Bolsel terkesan tidak melakukan penindakan. Hal ini menimbulkan kecurigaan publik bahwa ada pembiaran atau bahkan dugaan keterlibatan oknum aparat dalam aktivitas ilegal tersebut.

Berdasarkan informasi di lapangan, tambang ilegal ini dikendalikan oleh mantan anggota DPRD Yaitu (Ko Elo), serta seorang pengusaha lokal berinisial SW (Stenly Wisan), Kedua nama ini disebut-sebut sebagai aktor utama dalam perusakan ekosistem dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah Desa Tobayagan.

Dampak Kerusakan yang Terjadi

Aktivitas PETI di wilayah tersebut telah menimbulkan sejumlah dampak serius, antara lain:

• Pencemaran sungai dan sumber air akibat penggunaan merkuri dan sianida.

• Kerusakan hutan dan tanah yang memicu erosi dan potensi longsor.

• Gangguan kesehatan masyarakat, seperti penyakit kulit, gangguan pencernaan, dan risiko gangguan saraf akibat paparan logam berat.

• Kerusakan infrastruktur desa, seperti jalan dan irigasi yang rusak karena lalu-lalang alat berat.

• Konflik sosial akibat sengketa lahan dan ketimpangan ekonomi di antara warga.

Warga menilai bahwa hukum tidak berjalan di Bolsel. Mereka mendesak Kapolda Sulawesi Utara untuk segera turun tangan, mengecek langsung lokasi tambang ilegal, dan mengambil alih penanganan kasus ini dari Polres Bolsel.

Landasan Hukum dan Potensi Jeratan Pidana

Aktivitas PETI di Tobayagan melanggar sejumlah undang-undang, antara lain:

• UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 158, menyatakan bahwa kegiatan pertambangan tanpa izin dapat dikenai pidana penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp 100 miliar.

• UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, memberikan ancaman pidana bagi perusak lingkungan.

• UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mengatur larangan perusakan kawasan hutan tanpa izin.

• UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, mengatur bahwa keuntungan dari kegiatan ilegal seperti PETI bisa disita dan pelaku dapat dijerat pidana tambahan.

Desakan untuk Copot Kapolres

Seiring dengan makin besarnya tekanan publik, warga bersama para aktivis lingkungan mendesak agar Kapolres Bolsel segera dicopot karena dianggap tidak mampu mengendalikan situasi dan gagal menjalankan perannya sebagai penegak hukum.

“Sudah terlalu lama kami diam. Alam kami hancur, anak-anak kami sakit, hukum tak berjalan. Jika Kapolres tidak bertindak, maka kami minta Kapolda dan Mabes Polri untuk turun langsung. Copot Kapolres jika terbukti lalai atau bermain,” ujar salah satu tokoh masyarakat Tobayagan.

Kehancuran lingkungan di Tobayagan bukan sekadar tragedi lokal, tapi merupakan cermin kegagalan penegakan hukum dalam menghadapi kejahatan lingkungan yang terstruktur. Jika aparat terus diam, maka rakyatlah yang akan menanggung beban bencana ekologis dan generasi masa depan yang dikorbankan.

Negara tidak boleh kalah dari pengusaha rakus. Kapolres Bolsel harus bertanggung jawab. Hukum harus ditegakkan. Rakyat harus dilindungi.

(M.R.NASUTION)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA